animasi

Senin, 17 Maret 2014

Wawancara dengan pedagang "CAKWE"


“Berikut ini adalah wawancara antara saya dengan PENJUAL CAKWEI”
Dina          : Permisi bang, maaf mengganggu boleh minta waktunya sebentar ?
Penjual      : Iya boleh neng, ada yang bisa saya bantu ?

Dina          : Begini bang kami mendapat tugas dari dosen bahasa Indonesia kami
                     untuk mewawancarai pedagang sebagai narasumber. Apa abang      
                     bersedia untuk di wawancarai ?

Penjual      : Silahkan saja neng .

Dina           : Kalau boleh tau nama abang siapa ?

Penjual      : Nama abang Supra neng..

Dina           : Kapan abang memulai usaha menjual cakwei ?




Penjual      : Tahun 2010 neng.

Dina           : Pada saat awal abang berjualan, abang keliling atau menetap

                     dirumah (membuka usaha dirumah)

Penjual      : Pertama dagang abang langsung keliling, biasanya abang langsung

                     kesekolah sekolah.

Dina           : Kenapa abang memilih berjualan cakwei, apa alasannya ?

Penjual      : Alasannya abang berjualan cakwei karena memang kemampuan

                     yang dimiliki hanya sebatas itu.

Dina           : Berapa modal awal yang abang keluarkan untuk berjualan ?

Penjual      : Waktu itu modalnya hanya Rp.40.000, untuk membuat bahan 3kg

                     adonan cakwei.

Dina           : Apa saja bahan-bahan untuk membuat cakwei ?

Penjual      : Bahannya terigu, garam, soda kue, bawang putih secukupnya, dan

                     saus siap pakai yang dimasak terlebih dahulu.

Dina           : Dalam sehari abang berjualan dari jam berapa sampai jam berapa ?

Penjual  : Dari jam 06.00-12.00 atau 13.00 WIB.


Dina : Dari pertama dagang abang sudah pakai gerobak atau dipikul baru menggunakan gerobak ?

Penjual : Dulu pertama dipikul, hampir satu tahun saya menggunakan pikulan, karena saya tidak kuat jika terus dipikul akhirnya saya memilih untuk menggunakan gerobak.

Dina : Setelah abang pakai gerobak, dagangan abang bertambah (bervariasi) atau tidak ?




Penjual  : Ya neng abang tambah dengan kue bantal atau kue bohong.

Dina : Nah setelah abang tambah dagangannya, berapa modal yang abang keluarkan setiap harinya ?

Penjual : Ya sekitar Rp.130.000 neng.
Dina : Dengan modal Rp.130.000, masing-masing bahan bisa abang buat  berapa kilogram ?

Penjual : Cakwe 3kg, kue bantal 1kg, minyak goreng 1 ½ kg

Dina : Berapa penghasilan rata-rata abang setiap harinya?

Penjual : Penghasilan sehari Rp.200.000 dengan keuntungan bersih

Rp.70.000.

Dina : Apabila adonan tidak habis terjual, maka dibuang atau abang olah lagi ?

Penjual : Kalau sekiranya masih bagus di simpan di kulkas, tetapi jika adonan sudah melembung di buang.

Dina : Nah untuk minyak goreng, dalam penggunaannya abang pakai berapa kali ?

Penjual : Saya pakai selama 3kali, setelah itu saya ganti dengan yang baru.

Dina : Usaha abang ini, abang jalankan sendiri atau memang abang buka usaha juga di rumah ?

Penjual : Tidak neng, abang jalankan sendiri .

Dina : Oh gitu ya bang, saya kira kami sudah cukup banyak mengetahui tentang usaha cakwei ini, kami mengucapkan terima kasih atas waktu yang abang luangkan, semoga usaha yang abang jalankan bisa maju .

Penjual      : Amiin, sama-sama neng



Rabu, 12 Februari 2014

SELAMAT JALAN… SAYANG

    Pagi ini begitu cerah. Awanpun seakan tak sanggup menutupi matahari yang sedang memancarkan sinarnya untuk menerangiku. Terus saja kulangkahkan kakiku dengan mantap menembus padatnya jalanan kota Tangerang, menuju tempatku menimba ilmu. Tiba-tiba handphoneku bergetar, tanda ada satu pesan masuk. Oh, rupanya pesan dari Andrew, kekasihku. Seulas senyumpun mengembang dari bibir mungilku. “Nanti sepulang sekolah temani aku membeli buku, ya. Aku jemput di sekolah,” begitu bunyi pesannya. Langsung saja aku mengiyakan dengan mengirim pesan balik kepadanya... Aku dan Andrew satu gedung sekolah. Aku sekolah di SMK Bhakti Anindya, sedangkan Andrew mahasiswa di Perguruan Tinggi LEPISI. Kami satu gedung, oleh karena itu akupun bisa berkesempatan berkenalan dengannya saat ada acara pensi disekolah. Kesan pertama aku melihat Andrew, hmm... dia tampan, dia tinggi, dan kelihatannya dia itu cowok yang smart. Kalian percaya, kan, dengan love at first sight? Atau cinta pada pandangan pertama? Kalau aku, tentu saja aku percaya! Dan saat itu rasanya aku telah menjatuhkan hatiku pada Andrew di awal kita bertemu. Hingga akhirnya acara perkenalan itupun berlanjut, dan pada akhirnya kamipun menjadi sepasang kekasih sampai sekarang. Ah, mengingat Andrew selalu membuatku senyum-senyum sendiri. Dan tak terasa langkah kaki ini telah mengantarkanku sampai ke gerbang sekolah. Tuhan, semoga ilmu yang kudapat hari ini bermanfaat untukku... Hari menjelang sore. Mataharipun sudah menyembunyikan diri di ufuk barat. Andrew tak kunjung menjemputku. Padahal langit sudah mulai gelap, seakan ingin menumpahkan airnya dalam bentuk hujan. Petirpun mulai memperdengarkan suaranya, yang membuat orang-orang segera berlari mencari tempat untuk berlindung. Tapi aku, aku masih berdiri mematung disini menunggunya. Terbesit rasa khawatir di benakku. Berulang kali aku mengecek layar handphoneku. Berulang kali pula nama Andrew tak tertera di layar itu. Aku hampir putus asa. Sampai akhirnya, lagu Everything milik Michael Bublé mengalun pelan dari handphoneku, tanda ada panggilan masuk. Refleks aku melihat layar handphone. Ah, akhirnya Andrew meneleponku juga. “Halo, apa benar Anda teman atau kerabat dari saudara Andrew?” kata orang di seberang telepon dengan suara agak berat. Jelas ini bukan suara Andrew. “Iya, benar. Anda siapa, ya?” sahutku. “Saya dari kapolres Tangerang. Saudara Andrew mengalami kecelakaan hebat di depan sekolahnya dan telah meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit. Sebaiknya Anda segera kemari.” Seketika aku terduduk lemas di trotoar. Aku menangis diiringi turunnya titik-titik air dari langit. Ya Tuhan, apakah aku harus percaya dengan semua yang baru saja kudengar? Tidak. Aku harus segera ke rumah sakit. Aku harus segera memastikan kebenarannya. Dengan agak tertatih, aku mencoba bangkit. Kulangkahkan kakiku menembus derasnya hujan yang mengguyur kota Tangerang. Aku tak takut hujan, aku juga tak takut petir, yang aku takutkan hanyalah kehilangan Andrew. Sesampainya di rumah sakit, aku segera berlari menuju ruang jenazah. Jantungku berdebar kencang, badanku bergidik hebat, kepalaku terasa berat dan sakit, seperti ada yang melempar batu ke kepalaku. Perlahan, kubuka kain yang menutupi kepala Andrew. Kini, ada sosok Andrew di depanku. Tapi bukan Andrew yang seperti biasanya. Andrew yang di hadapanku ini ialah Andrew yang terbujur kaku, yang lemah, yang bibirnya pucat, yang matanya terpejam, tapi kulihat senyumnya masih tersisa di wajah sendunya. Kugenggam jari-jemarinya yang dingin. Aku ingat, dulu jari-jemari inilah yang biasanya menuntun tanganku ketika belajar menyetir mobil. Jari-jemari ini jugalah yang biasanya memegangiku saat menyeberang jalan, dan yang biasanya mengusap air mata di pipiku saat menonton film sedih di bioskop. Namun kini, tangan itu kaku dan tak bisa lagi digerakkan walau hanya sekedar untuk membalas genggaman tanganku. Kututup lagi wajahnya dengan kain putih itu. Sungguh, sulit bagiku untuk percaya dengan kenyataan bahwa Andrew harus pergi secepat ini. Baru kemarin dia menemaniku ke Waterboom Lippo Cikarang, tapi sekarang dia telah terbang jauh meninggalkan aku dan dunianya. Tak terasa air mataku mengalir membasahi pipiku lagi, dadaku sesak oleh rasa hancur yang luar biasa. Aku tak tahan lagi. Sesegera mungkin aku melangkah pergi dan keluar dari ruangan itu. Berat memang untuk mengikhlaskan kepergian seseorang. Mengikhlaskan itu memang terkadang sama halnya dengan mengingat hal yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya. Susah. Apalagi mengikhlaskan kepergian seseorang yang kita cintai, kita sayangi, yang telah menjadi bagian dari hidup kita, dan memberi kita banyak kenangan indah. Sungguh teramat susah. Andrew, namamu akan selalu melekat kuat di memori otakku. Kebaikanmu akan selalu kukenang. Dan cintamu akan kusimpan baik-baik di dalam hati yang terdalam. Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau dalam kehidupan ini, pastilah cinta yang akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang. Terima kasih atas semua kisah yang telah kau tulis bersamaku. Selamat jalan, kekasih. Semoga kau tenang di dalam keabadian...

 By : Dina Yantika W.S

Jumat, 07 Februari 2014

My Green Campusss

Perkenalkan nama saya Dina Yantika Wusni Simanjuntak atau biasa di panggil Dhina Chikidot. Saat ini saya sedang melanjutkan sekolah di STMIK Raharja tangerang jurusan TI - SE ( 1322477117 ).  Tidak ada penjelasan khusus mengapa saya masuk STMIK Raharja yang pasti dari ke inginan saya sendiri untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi untuk terus menuntut ilmu. Alasan mengapa saya masuk STMIK Raharja sebenarnya tidak ada alasan yg signifikan, mungkin gambaran secara umum STMIK Raharja berlokasi di tempat yang strategis mudah di tempuh dengan pembiayaan yang relatif bisa di jangkau oleh kalangan karyawan yang hanya lulusan sma / smk. STMIK Raharja mempunyai fasilitas yang tak kalah dengan Sekolah tinggi lainya dengan Jurusan yang cukup lengkap Seperti :

1. Sistem Informasi
2. Teknik Informatika
3. Sistem Komputer
4. Manajemen Informatika
5. Kompeterisasi Akutansi


 Dan fasilitas yang cukup memadai seperti :

1. SIS (Student Information Service)
2. RIC (Raharja Internet Cafe)
3. Raharja Card
4. RME (Raharja Multimedia Edutainment)

Dan tidak lupa kantin yang luas untuk tempat berdiskusi dan mengerjakan tugas - tugas dari para dosen.

Sedikit cerita tenatang saya dan STMIK raharja semoga bermanfaat dan terimakasih.

Blog ini untuk memenuhi tugas dosen Bpk. Mohammad Rahmad Mulyandi,SE,Mba mata kuliah Pengantar Teknologi Informasi